HASIL survei Komisi Perlindungan Anak (Komnas Anak) yang menyebutkan 62,7 persen siswi SMP sudah tidak perawan lagi ditentang kalangan guru, khususnya yang bernaung di bawah bendera Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
![]() |
| SISWI- Beberapa siswi sedang santai. Foto Pribadi |
Penolakan guru tersebut didasari oleh tingginya nilai presentase tersebut. Para guru menilai bahwa hasil survei tersebut masih perlu di kaji dan di tinjau lebih dalam lagi.
“Hasil survei tersebut masih butuh penelitian lebih lanjut serta analisa yang lebih matang lagi. Janganlah kita bertolak pada survei tersebut yang belum tentu kebenarannya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Mahmud BM, Minggu (13/6) lalu.
Walaupun Metodologi dan sampel survei tersebut masih dipertanyakan keakuratannya, namun sebagian orangtua menilai hasil tersebut dapat dijadikan perhatian oleh seluruh kalangan insan pendidikan.
Menurut Sekertaris PGRI Sulsel Dr Muhlis Madani MSi, hasil survei ini dapat dijadikan bahan pertimbangan buat seluruh kalangan pendidikan terutama para guru mengenai sistem pembelajaran yang harus dibenahi agar kualitas remaja kita tidak merosot.
Selain soal keperawanan, hasil survei juga menyebutkan 93,4 persen responden mengaku pernah berciuman. 21,2 persen pernah melakukan aborsi, dan 97 persen siswa sudah pernah menonton film porno. Kepala sekolah SMKN 2 pinrang pun, Syarifuddin Ahmad MSi menyangkan hal tersebut jika benar adanya.
“Penilaian tersebut tidaklah objektif menurut saya. Ini dapat menjadi pertentangan nantinya dikalangan masyarakat,” katanya di Makassar.
Sama halnya dengan Syarifuddin, ketua Musyawarah Kerukunan Kepala Sekolah (MKKS) SMP negeri se-Makassar, Martan Marzuki, mengganggap ini merupakan degradasi moral remaja saat ini. Hasil survei pun dinilainya akan meresahkan masyarakat dan bisa jadi para orangtua tidak lagi mempercayai sistem pengajaran yang dilakukan oleh sekolah ataupun guru sebagai pendidik.
Tontonan, dan maraknya filim porno yang mudah di Upload oleh remaja juga merupakan penyebab utama hal tersebut. Terlebih pada filem yang lagi hangat dan banter diperbincangankan sekarang (Video Artis, Ariel, Luna dan Cut tari).
Video-video tersebut dapat dengan mudahnya di upload di beberapa jejaring sosial maupun maya. Sehingga tidak mengherankan jika kedepannya Komnas Anak akan melansir data yang lebih besar lagi.
Jadi siapa sesungguhnya yang salah. Tenaga pendidik kah? ataukah peran orangtua maupun masyarakat yang salah dan kurang optimal. Ataukah memang moral remaja kita yang telah bobrok sehingga butuh pencerahan dan didikan agama yang lebih intensif lagi.
Yang jelas, tontonan serta budaya asing yang masuk sebaiknya lebih difilter lagi. Data Komnas anak dan penolakan guru terhadap hasil lansiran Komnas anak bukanlah hal yang harus menjadi buah bibir dan saling menuduh siapa yang bertanggung jawab.
Namun hal terpenting menurut ide hemat saya adalah bagaimana kita memperbaiki tingkah laku diri kita sendiri, sehingga kita dapat mencerminkan diri kita terhadap generasi bangsa kedepannya. (arm)
Catatan:
Referensi: Harian Tribun Timur, 15 dan 19 Juni 2010
Mustadir Darusman B








Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan jangan komentar spam ya. thanks :):